![]() |
Fhoto : Ninik Rahayu Ketua Dewan Pers |
Sabtu,05,April,2025
Redaksi : HNNews.com
Jakarta - Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menegaskan penyesalannya terhadap sikap Polri yang menerbitkan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing (Perpol 3/2025).
Salah satu ketentuan dalam peraturan ini mengatur Surat Keterangan Kepolisian (SKK) untuk jurnalis asing, yang dinilai mengancam kebebasan pers.
Ninik mengungkapkan bahwa penerbitan Perpol tersebut tidak dilakukan secara partisipatif, karena tidak melibatkan pihak-pihak penting seperti Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), serta organisasi jurnalis dan perusahaan pers.
Mengingat salah satu klausul yang diatur adalah kerja-kerja jurnalistik, kami yakini bahwa organisasi tersebut dapat berkontribusi dalam penyusunan yang sesuai dengan pengalaman pers dan ketentuan perundang-undangan, kata Ninik dalam keterangan pers yang disampaikan pada Jumat, 4 April 2025.
Ketidakcocokan dengan Peraturan yang Lebih Tinggi
Ninik menjelaskan bahwa keberadaan Perpol 3/2025 bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Padahal dalam Perpol ini, antara lain mengatur kerja jurnalistik pers, yang meliputi 6M, yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyiarkan berita, yang telah diatur secara gamblang dalam UU Pers. Fungsi pengawasan seharusnya menjadi kewenangan Dewan Pers, termasuk bagi jurnalis asing, tegasnya.
Potensi Tumpang Tindih dan Komodifikasi Ninik juga menyebutkan bahwa Perpol 3/2025 dapat membingungkan aparat penegak hukum karena adanya tumpang tindih peraturan. Hal ini berpotensi dijadikan alat untuk memeras jurnalis asing yang ingin meliput di Indonesia.
Pengaturan Perpol 3/2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar lembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia, dan berpotensi menjadi komoditas bagi oknum aparat penegak hukum, tambahnya.
Pengawasan Berlebihan Terhadap Jurnalis Ninik menegaskan bahwa Perpol 3/2025 sebenarnya merupakan bentuk kontrol dan pengawasan berlebihan terhadap kinerja jurnalis.
Walaupun pihak kepolisian mengklaim bahwa Perpol ini adalah bentuk pelayanan dan perlindungan.
Karenanya, berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers berpandangan bahwa Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis, profesional, independen, menjunjung tinggi moralitas, dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah, ungkapnya.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Dewan Pers menuntut adanya keterbukaan dan kolaborasi dalam penyusunan regulasi yang berhubungan dengan kebebasan pers dan jurnalisme, agar tidak ada lagi peraturan yang menghambat kerja-kerja jurnalis di Indonesia. (Red)