![]() |
Fhoto : Kejaksaan Agung RI |
Jakarta // HNNews.com // Saat pemerintah pusat mulai memberikan kepercayaan besar kepada kepala desa untuk mengelola dan membangun desanya dengan menggelontorkan anggaran yang sangat besar, ternyata banyak di antara mereka yang terjerat kasus korupsi. Dengan jumlah yang cukup signifikan, yakni 800 kepala desa yang telah diringkus oleh Kejaksaan Agung karena terlibat dalam praktik korupsi dana desa, hal ini tentu sangat merugikan negara serta masyarakat yang seharusnya mendapat manfaat dari anggaran yang ada.
Tidak hanya merugikan keuangan negara, kasus-kasus korupsi yang melibatkan kepala desa ini juga berdampak buruk pada program pembangunan yang sudah direncanakan. Pembangunan yang berkelanjutan di tingkat desa menjadi terhambat, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa turut terguncang.
Dalam hal ini, kebijakan pemerintah pusat yang mengatur masa jabatan kepala desa selama 8 tahun (dalam UU No. 3 Tahun 2024) perlu dikaji ulang. Banyak pihak berpendapat bahwa masa jabatan yang terlalu panjang dapat menimbulkan potensi penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi yang lebih besar, karena kepala desa memiliki waktu yang cukup lama untuk mengendalikan dana desa dan proyek-proyek di desanya.
Mengingat jumlah kepala desa yang terjerat korupsi yang semakin meningkat, sangat wajar jika ada desakan untuk meninjau kembali kebijakan tersebut. Masa jabatan yang terlalu lama bisa membuka peluang bagi tindakan yang tidak diinginkan, terutama dalam pengelolaan anggaran yang seharusnya untuk kepentingan masyarakat.
Sebagai alternatif, mungkin kebijakan yang lebih ideal adalah mempertahankan masa jabatan kepala desa selama 5 tahun dengan dua periode, seperti yang telah berlaku sebelumnya. Dengan durasi jabatan yang lebih singkat, diharapkan kepala desa tetap termotivasi untuk bekerja dengan maksimal dan transparan, serta mengurangi potensi penyalahgunaan wewenang.
DPR RI dan pemerintah harus melihat hal ini dengan seksama dan mempertimbangkan untuk melakukan revisi atau pembatalan atas kebijakan yang ada, agar pengelolaan dana desa dapat lebih efektif, bersih, dan sesuai dengan tujuan awalnya, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. (*)